Danantara

Danantara, antara Ekonomi Tumbuh dan Investasi Gagal

Presiden Prabowo Subianto mencetuskan Danantara dalam rangka mengonsolidasikan pengelolaan perusahaan-perusahaan milik negara dan mengoptimalkan manajemen dividen serta investasi pemerintah. Diluncurkan pada 24 Februari 2025 lalu, Danantara yang merupakan akronim dari Daya Anagata Nusantara, secara harfiah berarti kekuatan masa depan Nusantara.

Pembentukan Danantara tertuang dalam RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN atau UU BUMN. Pengesahan RUU tersebut dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-12 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024/2025 di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa, 4 Februari 2025.

Dengan mengambil alih kepemilikan pemerintah di berbagai BUMN, Danantara diproyeksikan akan mengelola aset senilai lebih dari US$900 miliar atau hampir Rp15.000 triliun. Berdasarkan jumlah aset tersebut, Danantara diharapkan menjadi lembaga yang mampu mengelola investasi aset negara dengan model yang lebih profesional dan berorientasi jangka panjang.

Melalui pengelolaan aset BUMN strategis dan optimalisasi investasi di sektor prioritas, proyek-proyek Danantara berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi nasional secara signifikan. Bahkan, atas potensi besar yang dimilikinya, Danantara diprediksi mampu menjadi cikal bakal peningkatan ekonomi secara berkelanjutan.

Namun, Danantara dihadapkan pada berbagai tantangan. Tantangan besar dari Danantara yang harus dihadapi salah satunya terkait dengan transparansi dan akuntabilitas. Sebagai suatu lembaga yang akan mengelola aset negara dalam jumlah besar, muncul kekhawatiran bahwa dana bisa disalahgunakan jika tidak diawasi dengan baik.  

Publik telah menyoroti pentingnya pengawasan yang ketat agar tidak terjadi penyimpangan dan praktik korupsi. Apalagi, dikabarkan Danantara tidak bisa diaudit oleh KPK. Publik juga mencatat potensi intervensi politik. Sebab, kelembagaan berada dalam kendali langsung presiden. Tak sedikit yang khawatir bahwa pengambilan keputusan dapat lebih dipengaruhi kepentingan politik daripada pertimbangan bisnis yang sehat.

Tantangan utama lainnya berkaitan dengan perbedaan sumber pendanaan. Mengingat Danantara bergantung pada dana yang berasal dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang menimbulkan pertanyaan mengenai keberlanjutan dan efektivitasnya dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Dengan aset yang sangat besar, Danantara diharapkan dapat menjadi katalisator dalam berbagai sektor strategis, termasuk infrastruktur, energi terbarukan, dan teknologi. Namun, selain potensi keuntungan sebagai investasi jangka panjang perekonomian Indonesia, penting untuk diulas lebih mendalam mengenai hambatan dan tantangan jika terjadi kerugian. Terlebih dampak yang diterima masyarakat jika Danantara gagal mengelola investasi aset negara.