Suryakanta News – Pemerintah resmi memulai pelaksanaan program Sekolah Rakyat yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto pada tahun ajaran 2025/2026, Senin (14/7/2025). Program ini diawali dengan pelaksanaan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) secara serentak di seluruh Indonesia. Sekolah Rakyat diklaim sebagai upaya menjamin akses pendidikan berkualitas bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu.
Dikutip dari siaran pers di lamanpresidenri.go.id, gagasan Sekolah Rakyat sebelumnya telah disampaikan Presiden Prabowo dalam Rapat Terbatas Pemerintah di Hambalang, sebagai salah satu strategi besar peningkatan kesejahteraan dan mobilitas sosial melalui pendidikan.
Menurut data darilaman resmi Sekolah Rakyat Kementerian Sosial RI, program ini ditargetkan akan mencakup 100 Sekolah Rakyat yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Dari jumlah tersebut, 63 sekolah sudah memulai proses belajar hari ini, sementara 37 lainnya akan mulai beroperasi pada akhir bulan Juli.
“Ada 63 titik yang sudah siap, salah satunya di Sentra Abiyoso,” ujar Menteri Sosial Saifullah Yusuf seperti dilansir dari laman resmiKemensos RI Senin (14/7/2025), seraya menjelaskan bahwa proses awal telah diawali dengan uji coba selama dua hari pekan lalu. Total ada sekitar 9.700 anak yang telah terdaftar sebagai peserta didik dalam program ini.
Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat Indonesia, Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin), turut memastikan kesiapan sistem penjemputan peserta yang dinilai mempermudah akses anak-anak dari keluarga miskin.
“Semua sudah siap. Anak didiknya jemput. Semua terdaftar berdasarkan data. Kalau ada teman-teman yang belum dijemput, ya sabar,” ucap Cak Imindalam keterangannya pada awak media di Jakarta Selatan pada Sabtu (12/7/2025).
Namun, di tengah pelaksanaan hari pertama yang berjalan serentak, terdapat sejumlah tanggapan dari kalangan aktivis dan akademisi pendidikan. Aktivis pendidikan Taman Siswa, Ki Darmaningtyas, menilai bahwa program ini masih menyimpan banyak catatan.
“Masih ada kekurangan di sana-sini. Tata kelola makin ruwet karena banyak kementerian akhirnya menangani masalah pendidikan,” ujar Darmaningtyas kepadaMedia Indonesia, Kamis (10/7/2025).
Ia menyoroti bahwa penempatan Sekolah Rakyat di bawah Kementerian Sosial berpotensi menimbulkan tumpang tindih kebijakan.
“Tugas pokok dan fungsi Kemensos bukan untuk menangani pendidikan formal. Itu ranah Kementerian Pendidikan atau Kementerian Agama. Ini yang masih memicu perdebatan hingga kini,” tambahnya.
Pernyataan senada disampaikan oleh Dr. Subarsono, pakar kebijakan publik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada (UGM). Dalam pernyataannya yang dirilislaman resmi UGM pada Selasa (14/1/2025), ia menyebut bahwa program ini belum mendesak untuk diluncurkan, terutama ketika masih banyak sekolah konvensional yang kondisinya memprihatinkan.
“Masih banyak sekolah yang rusak, guru honorer yang belum sejahtera. Program ini memang bagus, tapi jika ditangani Kemensos, maka secara domain kebijakan menjadi problematik. Saya kira ini bukan tempat yang tepat,” ungkapnya.
Meskipun secara ide program ini dinilai memiliki niat baik, yakni memberikan kesempatan pendidikan kepada anak-anak dari keluarga miskin hingga miskin ekstrim, namun ketepatan institusi pelaksanaanya serta urgensinya dalam skala nasional masih menjadi catatan penting.
Peluncuran Sekolah Rakyat menjadi langkah strategis pemerintahan Prabowo-Gibran untuk menanggulangi kemiskinan melalui pendidikan. Namun, kritik dari pakar menunjukkan bahwa keberhasilan program ini tidak cukup hanya dengan niat dan momentum, melainkan juga memerlukan perencanaan lintas sektor yang matang dan tepat sasaran.