Konflik di Timur Tengah sempat memanas berkat intervensi Amerika Serikat dalam perlawanan Iran-Israel. Sekalipun kedua belah pihak tengah menyepakati gencatan senjata, tak sedikit warga dunia yang masih berharap-harap cemas akan dampak atas situasi geopolitik.
Sektor perekonomian memang kerap jadi sorotan utama yang akan terdampak besar atas ketidakstabilan ekonomi dunia. Namun, Ekonom UGM, Revrisond Baswir, dikutip dari Laman Resmi UGM, menaksir konflik Iran-Israel tidak secara signifikan berdampak langsung pada perekonomian Indonesia.
Menjawab isu kenaikan harga komoditas yang terus bergulir di kalangan masyarakat, Revrisond memberikan catatan bahwa dampak terhadap ekspor Indonesia relatif masih ringan. Hal itu jika dibandingkan dengan perang tarif yang pernah dilancarkan oleh Donald Trump.
“Harga minyak naik, tapi efeknya tidak separah saat perang tarif dulu. Kita masih cukup bisa bertahan,” katanya.
Revrisond menyarankan agar pemerintah dapat memperkuat ketahanan ekonomi dalam negeri. Guna menghadapi kenaikan harga minyak, pemerintah harus bergegas memperbaiki tata kelola sektor energi.
“Pemerintah harus serius membenahi tata kelola Pertamina dan meningkatkan kapasitas kilang minyak dalam negeri. Ini kunci untuk menghadapi fluktuasi harga minyak dunia,” lanjutnya.
Revrisond menilai kondisi perekonomian Indonesia bergantung pada persoalan internal. Alih-alih mengkambing-hitamkan konflik perang, pihaknya berpesan agar Indonesia fokus pada pemberantasan korupsi, penghapusan kesenjangan sosial, dan penciptaan lapangan kerja.
Selain itu, Indonesia membutuhkan kerja sama seluruh pihak, baik pemerintah, swasta, hingga masyarakat agar tidak terjebak menjadikan dinamika konflik di Timur Tengah sebagai alasan stagnasi nasional.
“Kondisi global jangan dijadikan kambing hitam. Justru ini saatnya kita berbenah dan memperkuat ekonomi nasional secara kolektif,” pungkasnya.